Mom-Shaming : You'll Know It When You Feel It

7:25 PM

Mom-Shaming adalah perilaku mempermalukan ibu-ibu lain dengan cara menampilkan diri sebagai ibu yang lebih baik darinya. Kritikan demi kritikan yang dilontarkan oleh ibu-ibu kepada ibu lain yang dinilai tidak benar dalam mengurus/mengasuh anaknya. Biasanya, mom-shaming terjadi terkait dengan metode persalinan, pola asuh anak, menyusui, penggunaan susu formula, atau apa pun yang berkaitan dengan anak. Mom-shaming dapat berupa sindiran, kritikan, komentar yang sifatnya negatif, yang biasanya dilakukan baik secara langsung di hadapan Ibu yang dituju maupun secara online di media sosial.

"Loh, kok gendong anak kayak gitu sih?"
"Badannya gendut banget, padahal baru punya anak 1"
"Baru lahiran sudah mau diet, gak kasian sama anaknya yang masih ASI itu?"
"Kok lahirnya sesar? Kenapa gak normal?"
"Anaknya kecil banget, gak dikasih makan ya?"

Jika sering mendengar atau bahkan mengatakan hal tersebut, berarti anda sedang melihat yang namanya Mom-Shaming. Suatu kata-kata simple, sederhana, tetapi dapat memberikan dampak yang negatif kepada Ibu tersebut. Pernahkah terlintas di pikiran kita, jika kita berkata demikian, apakah hati sang ibu akan terluka/atau tidak?

Mom-Shaming sendiri sering dilakukan oleh orang-orang terdekat, misalnya orang tua, suami/pasangan/orang tua wali, mertua, teman-teman, atau bahkan ibu-ibu yang tidak dikenal yang ditemui di muka umum/bahkan netizen-netizen di dunia maya.
  
Mom-shaming sendiri sering sekali dialami oleh Penulis, sebagai seorang Ibu baru yang anaknya terlahir prematur. 

Mom-Shaming yang sering dialami oleh penulis:
  • "Bayinya udah umur berapa? Ketika tahu usianya, lanjut, "Kok kecil banget   badannya?" 
  • “Kok diurus sama pengasuh? Kenapa gak urus sendiri? Gak takut diurus sama orang lain?"
  • “Baru punya anak 1 tapi badan udah melar banget kayak gitu. Apa jangan- jangan hamil lagi ya? Kok gendut banget”
  • “Kok diet? Gak nyusu-in emang? Gak kasian sama anaknya?"
  • “Loh, kok dikasih sufor? Sayang, kan ASI nya keluar.”
  • “Udah bisa apa saja? Kok belum bisa ini, belum bisa itu, dan seterusnya.”
Apakah menyakitkan? Penulis dapat bilang, iya agak menyakitkan.
Mereka tidak tahu bagaimana perjuangan Penulis untuk menaikkan berat badan anaknya yang katanya kecil itu, bagaimana gesekan batin yang dirasakan Penulis sewaktu meninggalkan anaknya untuk bekerja, bagaimana perjuangan Penulis untuk menahan makan untuk menurunkan berat badannya, dan bagaimana perjuangan Penulis untuk mengasah anaknya agar perkembangannya sesuai dengan usianya.

Akan tetapi, penulis jelaskan bahwa perkembangan bayi setiap anak itu berbeda-beda. Ada yang ketika sudah 5 bulan, anaknya sudah bisa guling-gulingan, ada yang ketika sudah 8 bulan, anaknya sudah tumbuh gigi dan sudah bisa jalan, akan tetapi banyak juga di luar sana yang pertumbuhannya tidak secepat itu.

Contoh, anak penulis, Hapsah. Hapsah baru bisa tengkurap bukan pada saat usia koreksinya 3 bulan, akan tetapi ketika usia koreksinya 6 bulan menuju 7 bulan (yang artinya usia lahirnya 9 bulan). Hapsah baru bisa guling-gulingan ketika usia koreksi 7, jalan 8 bulan. Bahkan sampai usia koreksi menuju 8 bulan, dia belum bisa duduk secara tegak.

Akhirnya Penulis tidak ingin memaksakan anaknya. Biarlah, dia tumbuh kembang dengan sendirinya.Tiap anak itu tidak bisa dipaksa dan pertumbuhannya berbeda-beda.

Apa yang menyebabkan banyak yang  melakukan Mom-shaming?
  1. Jenuh/BosanMenjadi seorang ibu rentan yang namanya rasa jenuh/bosan. Apalagi seorang Ibu tidak jauh-jauh dari seputar mengurus anak, mengurus rumah, mengurus suami, jika dilakukan setiap hari dengan rutinitas yang sama, maka seseorang cenderung akan merasa jenuh. Rasa jenuh tersebut umumnya yang dapat memancing seseorang melakukan sesuatu yang dapat melampiaskan kejenuhannya tersebut, termasuk Mom-Shaming, baik di sosial media maupun di lingkungan.
  1. Iri : Iri juga dapat menjadi faktor dilakukannya Mom-Shaming. Mungkin iri melihat anak lain mendapatkan hal yang tidak dapat ia berikan/lakukan untuk anaknya. Untuk menutupi rasa iri tersebut, akhirnya moms mempermalukan ibu lain dengan tujuan agar merasakan bahwa anak moms lah yang lebih beruntung dibanding anak orang lain.
  1. Melampiaskan Kemarahan Faktor ini lah yang muncul karena disebabkan oleh diri sendiri, dimana tidak dapat mengontrol emosi diri sendiri. Ketika Moms sedang marah dengan anak Moms, tetapi Moms tidak dapat melampiaskannya, maka memilih untuk melampiaskan pada orang lain. Salah satunya dengan mempermalukan ibu lain. Sehingga akan merasa tenang dan merasa bahwa pola asuh didiknya sudah benar.
  1. Ingin Mendapat PengakuanPengakuan sebagai apa? Pengakuan sebagai Ibu yang sempurna. Ibu  yang telah benar dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan tersebutlah, tak jarang akhirnya banyak wanita yang melakukan Mom-Shaming ke ibu-ibu lain.
Mom-Shaming sendiri mempunyai dampak yang bisa dikategorikan sebagai serius. Ada pun dampak dari Mom-shaming, yaitu:
1. Hilangnya rasa percaya diri di diri ibu yang menjadi korban mom-shaming;
2. Membuat si ibu yang menjadi korban merasa telah gagal menjadi seorang ibu  sehingga
    mempengaruhi dalam pola asuh kembang anaknya
3. Menebar rasa kebencian/kekesalan di hati si ibu yang menjadi korban mom-shaming
4. Mom-shaming secara terus menerus dapat membuat diri ibu tersebut menjadi depresi.

Mom-shaming juga bisa membuat sang ibu menjadi enggan, takut, dan tidak mau mengurus anaknya karena menganggap apa yang telah dilakukannya selama ini adalah suatu kegagalan. 

Oleh karena itu, penulis akan membagikan sedikit tips untuk mengatasi Mom-Shaming yang sering terjadi di kalangan ramai. Ada pun tips-tipsnya yaitu:
  • Menerima bahwa menjadi orang tua tidak terlepas dari kritikan.
  • Jika ada yang mengkritik, cukup dengarkan tanpa harus dimasukkan ke dalam hati.
  • Jika yang mengkritik adalah ibu sendiri, pahami mungkin itu adalah pernyataan bahwa orang tua ingin ikut terlibat dalam pengasuhan anak.
  • Tanamkan dalam diri bahwa bagi sebagian ibu, mungin cara untuk memberi tahu kita bahwa untuk tidak melakukan kesalahan seperti yang dulu ia pernah lakukan.
  • Habiskan waktu dengan orang-orang yang selalu mendukung, hindari interaksi dengan ibu-ibu yang sukanya mom-shaming-------------baik teman ataupun keluarga sendiri.
  • Gunakan humor sebagai jawaban atas mom-shaming. 
  • Anggap saja mereka-mereka yang suka mom-shaming tidak mengerti/tidak tahu alasan sebenarnya melakukan tersebut.
  • Yang lebih mengenal anak kita adalah kita sendiri, ibunya, bukan orang lain. Percayakan insting sebagai seorang Ibu.
  • Lebih mencari/menggali informasi terkait kesehatan atau pola asuh anak, sehingga ketika terjadi mom-shaming, kita dapat lebih bijak menanggapinya karena kita tahu ilmunya.
  • Never be like them because it can't stop mom-shaming. If you just stay cool and do nothing, they will stop mom-shaming.
Tidak ada orang tua yang sempurna. Tanpa kita sadari, pasti ada diantara kita yang pernah membuat suatu kesalahan.Akan tetapi, jangan jadikan kesalahan baik yang secara maupun tidak sengaja tersebut menjadi ajang untuk menghakimi orang lain. Belum tentu hal itu terjadi atas kehendak/kemauan dirinya. Semua sudah menjadi suratan takdir hidup seseorang.

Jangan biarkan ucapan kita malah terus menerus menyakiti hati orang lain. Kita tidak tahu perjuangan sang ibu tersebut, apa yang dilaluinya untuk mencapai netizen inginkan. Ini bukan masalah baper (bawa perasaan) atau tidak, akan tetapi, janganlah kita menjudge seseorang tersebut tanpa tahu apa yang telah dialaminya. 

#selfreminder

Love,

Sylvia